Saya terpaku pada anak kecil, tetangga sendiri. Setiap hari, berangkat dan pulang sekolah dengan Ibunya –emak, begitu ia memanggilnya. Tapi bukan emak tepatnya, melainkan nenek. Hanya saja, sebutan itu tidak terbiasa ia dengungkan, karena setiap hari, anak kecil itu hidup dan berinteraksi dengan kakek-neneknya. Kedua orang tuanya sudah lama bercerai, sejak anak itu masih berusia bulanan. Lalu, Ibunya memilih bekerja keluar kota, sampai kemudian menikah lagi dengan lelaki lain, dan anak itu kemudian di asuh kakek-nenek.
Ibu anak itu, satu tahun lebih tua dari saya. Efek menikah muda, dan agaknya terlalu terburu-buru.
Seringkali saya kasihan setiap ada tetangga –sekalipun hanya bercanda—mempertanyakan kepada anak kecil itu tentang Ibu dan Bapaknya. Ibu dan bapaknya secara biologis, berbeda dengan yang sekarang mengasuhnya. Ibu yang melahirkan, kini hidup di luar kota yang jaraknya ratusan kilometer darinya. Hidup dengan lelaki lain yang bukan bapak kandungnya. Sementara bapak kandungnya sendiri, yang saya tahu berwajah tampan dan bertubuh tegap atletis, hilang entah kemana rimbanya.
Anak kecil lucu itu, masih duduk di kelas TK B. Sebentar lagi, dia akan menginjak usia sekolah dasar. Saya tak tega membayangkan jika ada pelajaran tentang birul walidain, atau menghormati orang tua. Bagaimana cara dia menghormati Ibu dan Bapaknya?
Lalu, Ibu dan Bapak mana yang akan ia panggil orang tua? Ibu dan Bapak kandungnya yang sudah bercerai, atau kakek neneknya? Kalau kakek nenek kemudian disebut Ibu bapak, bagaimana anak kecil itu akan menjawab tentang kakek neneknya?
Sedih. Pilu. Terharu. Saya tak bisa membayangkan itu. Karena anak kecil itu tak akan selamanya menjadi anak-anak. Ia akan tumbuh remaja dan dewasa. Dan saat itulah dia akan memahami banyak hal dalam kehidupan ini. Mungkin ia akan mendapatkan banyak pelajaran tentang perintah menghormati orang tua. Deskripsi tentang kemuliaan Ibu yang melahirkan, membesarkan, hingga membiayai hidupnya. Deskripsi tentang ayah yang juga tak kalah heroik. Tapi semua itu seolah bias oleh fakta.
Anak itu, punya Ayah dan Ibu yang masih komplit. Hanya saja keduanya berpisah, dan diantara keduanya, tak ada yang berniat mengasuhnya. Kelak ketika dewasa, mungkin anak kecil itu akan berbeda memaknai Ibu. Ibu yang penyayang, Ibu yang mengasihi, dan Ibu yang menjaga. Mungkin ia tak akan percaya teori itu. Karena Ibu yang ia kenal bukan Ibu biologis, melainkan Ibu –Neneknya.
Apapun yang terjadi. Hidup memang harus dijalani. Meskipun kadang nelangsa melihat anak itu.
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini