Tokoh Muhammadiyah itu Sangat Bersahaja



  Oleh: Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si


Pagi itu, Sabtu, 27 Desember 2014, saya meluncur ke Kesamben, sebuah wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar, memenuhi undangan teman untuk menjadi salah seorang narasumber seminar internasional tentang pendidikan. Selain saya, ada 2 orang nara sumber dari Malaysia dan ada satu lagi seorang guru besar ITS, tetapi hadir mewakili PP.Muhammadiyah. Saya datang agak terlambat beberapa menit dari waktu yang ditentukan, karena jarak antara rumah saya menuju Kesamben cukup jauh. Untungnya, seminar belum dimulai. Rupanya untuk memulainya, panitia masih menunggu saya agar semua narasumber yang berjumlah 4 orang sudah hadir semua. Kami berkumpul di sebuah ruang kantor SD Muhammadiyah. Jam menujukkan pukul 09.30 ketika panitia memberi tahu kami bahwa seminar akan segera dimulai.

Kami diajak menuju masjid tidak jauh dari SD tersebut. Di halaman masjid dipasang terop, lengkap dengan perabotnya, seperti untuk acara hajatan manten. Ketika masuk terop, kami mendengar musik langgam Jawa, sehingga suasana seolah seperti orang punya hajat manten. Saya duduk di deretan kursi paling depan, dan segera disambut oleh orang tua berkopyah dan berpakaian putih yang duduk di sebelah saya dengan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Saya pun segera menyambutnya, dan segera mengenalkan diri dan menanyakan tempat tinggal orang tersebut. Dengan kalem, beliau menjawab “Jatinom”,  sebuah desa di Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Saya tidak begitu asing dengan  daerah tersebut, karena saya pernah 3 tahun tinggal di kota tersebut. Jatinom merupakan salah satu tempat saya bermain dulu.

Beberapa saat kemudian acara seminar dimulai dengan beberapa sambutan dari panitia dan PP. Muhammadiyah. Semua yang menyambut selalu menyebut nama Siswojo, dan tampak sekali mereka hormat kepada nama tersebut. Saya menoleh ke sana ke mari mencari orang yang bernama Siswojo itu yang mana. Ternyata orang itu  duduk tepat di sebelah kanan saya. Saya mulai penasaran dengan orang tersebut dan sesungguhnya siapa. Ternyata beliau adalah Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Blitar. Ketika diberi giliran memberi sambutan, bahasanya kalem, padat dan bermakna. Saya berkesimpulan, beliau orang yang sudah sangat berpengalaman berorganisasi dan juga dalam dunia pendidikan.

Usai memberikan sambutan, beliau menyodorkan bingkisan ke saya dan setelah saya buka, bingkisan itu ialah buku yang berjudul “Mengikat Tanpa Tali”, sebuah biografi perjalanan hidupnya yang ditulis oleh seorang wartwan senior Husnun D Djuraid, dan diberi pengantar oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Dr. Muhadjir Effendi, MPA. Saya seperti tidak sabar untuk segera membaca buku tersebut. Dari lembar ke lembar lainnya, saya perhatikian isinya. Pak Sis, begitu panggilan akrabnya, memiliki perjalanan hidup dengan romantisme dan suka duka yang kaya makna.

Pak Sis bukan saja seorang tokoh yang memimpin Muhammadiyah di kabupaten Blitar, tetapi ternyata seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang peternakan ayam petelur. Karena keberhasilannya, Pak Sis beberapa kali memperoleh penghargaan, mulai tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional. Pak Sis juga pernah memperoleh penghargaan sebagai tokoh pemberi inspirasi masyarakat Jawa Timur.

Di bidang sosial, Pak Sis juga pernah menjadi direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Aminah Blitar, anggota Dewa Pendidikan Kabupaten Blitar dan anggota PGRI . Di era Orde Baru, beliau juga aktif sebagai  pengurus Golkar Kabupaten Blitar. Singkat cerita, Pak Sis bukan sembarang orang.  Menurut saya, beliau itu tokoh Muhammadiyah tingkat kabupaten dan pengusaha kaya dengan segudang pengalaman perjalanan hidup. Pak Sis mengawali semuanya tidak dari hal-hal yang besar. Pak Sis pernah mengalami menjadi keluarga miskin yang sekedar makan untuk hidup saja sulit.

Membaca kisah hidupnya dalam buku biografinya dan melihat langsung sosoknya, saya kira Pak Sis memang layak dijadikan pelajaran bagi siapa saja, setidaknya pada empat hal yang menonjol, yaitu kesederhanaan, kedekatannya dengan siapa siapa saja, ketekunan beribadah, dan keuletannya. Meskipun telah menjadi orang kaya sebagai pengusaha besar dengan banyak perusahaan, Pak Sis tetap bersahaja. Sedikit pun tidak ada kesombongan.

Pribadi Pak Sis jauh berbeda dengan orang sukses kebanyakan. Lazimnya orang sukses, lebih-lebih yang baru, sikap sombong dan ekslusif menjadi bagian hidupnya. Oleh  penulisnya, Pak Sis digambarkan sebagai sosok sukses yang mengombinasikan antara kerja keras, tekun, jujur dan peduli dengan sesama yang dipadu dengan ketaatannya beribadah. Itu kunci sukses hidup tidak saja di dunia, tetapi juga akhirat.

Kombinasi antara kerja keras, dekat dengan sesama, dan taat beribadah merupakan sikap pribadi sempurna. Pak Sis berkeyakinan bahwa semua keberhasilannya dalam hidup bukan semata karena kerja keras, tetapi ada campur tangan Allah yang menentukan garis hidupnya. Karena kesadaran itu, Pak Sis tidak takabur. Lebih dari itu, Pak Sis juga sangat memahami bahwa semua yang dimiliki hakikatnya hanya titipan Allah, karena itu jika sewaktu-waktu diambil oleh yang menitipkan, yaitu Allah, harus siap dan rela. Begitu prinsip hidupnya.

Saya kira pemahaman agamanya yang dalam menjadikan Pak Sis sebagai sosok yang dihormati banyak orang, bukan saja karena sebagai salah seorang tokoh Muhammadiyah, tetapi juga karena sikap bersahajanya. Orang sesukses Pak Sis mestinya bisa sombong dan hidup ekslusif jika mau. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Pak Sis jauh dari sifat-sifat itu. Sekilas saya melihat wajah Pak Sis sudah mulai menua, seiring dengan bertambahnya usia, tetapi keteduhannya tidak bisa disembunyikan.

Hari itu saya bersyukur bisa bertemu tokoh bersahaja itu, dan dapat memetik banyak pelajaran darinya. Pelajaran hidup tidak harus diperoleh di kota-kota besar dan dari orang-orang elit, pejabat tinggi, atau dari buku-buku terbitan penerbit hebat dan ditulis oleh orang-orang hebat,  tetapi bisa dari sebuah kota kecil dan dari rakyat biasa. Suri tauladan hidup ada di sekitar kita pula. Masalahnya kita sadar dan tahu apa tidak bahwa dari kanan kiri kita bisa dipetik pelajaran berharga dan mulia.

Kekaguman saya pada Pak Sis tidak saya wujudkan dalam bentuk pemberian sesuatu berupa materi, karena saya tahu pasti tidak ada artinya, tetapi untaian doa semoga Pak Sis tetap sehat wal afiat dan bisa menjalankan tugas-tugas sosialnya di lembaga-lembaga pendidikan, di kesehatan dan di Muhammadiyah dengan baik, termasuk juga  dalam urusan bisnisnya. Andai saja suatu saat Allah memanggilnya, sudah banyak orang mengambil suri tauladan  darinya, termasuk saya yang harus belajar banyak dari pribadi sebersahaja Pak Sis. Amin 3x.
___________
Karanganyar, 8 Februari 2015
(*) Rektor UIN Malang

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini