Ritus Kesunyian (45)





****
Sebuah telepon berdering. Di kantor itu, hanya ada tiga orang, Muklas berdiri dan mengangkat telepon tersebut.
“Halo selamat siang, ada yang bisa dibantu?” sapa Muklas.
“Selamat siang, benarkan ini kantor Nurani Institute?” suara perempuan membalas dari balik telepon, itu adalah Bu Mira.
“Iya betul, ada yang bisa dibantu, Bu?”
“Apakah Pak Guntur, ada?”
Lalu Muklas melirik Guntur yang tengah khuyuk didepan komputer, ia lantas memanggilnya dan Guntur pun berjalan ke arahnya.
“Halo, ini saya Guntur,” Sapa Guntur.
“Ini Pak Guntur, saya Mira, kepala sekolah SMA Cahaya hati.”
Guntur terperangah, hatinya berdesir mendengarkan suara lembut dari balik telepon itu, ternyata perempuan itu adalah Bu Mira, kepala SMA Cahaya hati.
“Bu..Bu..Mira?”
“Iya, saya mau ucapkan terima kasih karena bapak telah menulis opini itu, semoga semakin banyak orang-orang seperti bapak ini.”
Guntur terpaku dengan suara itu, sebuah suara yang ramah dan sangat ia rindukan.
“Ah, saya hanya menulis apa yang menurut saya harus ditulis Bu,” jawab Guntur.
“Bapak terlalu merendah, tidak banyak lembaga yang mendukung konsep Pendidikan disekolah kami, dan dukungan bapak sangat berarti.”
Mereka berdua pun terlibat percakapan panjang. Sampai akhirnya, Bu Mira mengundangnya untuk datang ke sekolah.
“Tapi maaf Bu, akhir-akhir ini saya masih banyak kerjaan, jadi mungkin masih belum bisa, oh ya, jangan panggil saya Bapak, karena usia saya masih muda. Panggil saja Guntur, Bu,” jelasnya sedikit berseloroh.
Bu Mira pun tertawa dan menjawab, “Baiklah, semoga kita bisa menyambung silaturahim ini lain waktu.”
Dan percakapan mereka berakhir. Guntur menutup teleponnya, ia tersenyum kecil. Sementara Bu Mira juga tersenyum, ia mendapatkan nomor lembaga itu dari internet, baru saja ia mencari informasi tentang Nurani Institute dan menemukan nomor kontaknya.
“Seperti apa anak muda yang bernama Guntur itu,” bathin Bu Mira setelah menutup telepon, ia beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar, hendak membuka internet untuk mempelajari lebih jauh tentang lelaki yang bernama Guntur, barangkali ia bisa mengetahui wajah anak muda itu.
Namun, baru beberapa langkah berjalan, ponselnya memekik, ternyata ada panggilan masuk dari Mamang. Ia terkejut dan penasaran, tidak biasa-biasanya Mamang meneleponnya di hari minggu seperti ini.
“Halo, ada apa Mang?”
“Bu Mira, maaf mengganggu, saya hanya mau memberi tahu jika Awan semalam menginap disini, bersama den Egar.”
Bu Mira tertegun, benarkah demikian? Mamang menceritakan banyak hal, termasuk ketika Egar sangat panik dengan keadaan Awan. Bu Mira terenyuh, ia tahu kalau Awan telah melakukan banyak hal untuknya. Awan telah dengan tulus menjalankan permintaannya untuk menjadi teman Egar.
Mereka mengakhiri perbincangan itu, lalu Bu Mira berjalan menuju ruang kerjanya, belum sempat membuka internet, ia sudah kedatangan tamu dari komite sekolah. Akhirnya ia menunda rencananya untuk mencari tahu siapa Guntur Abadi itu.

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini