Saya berjumpa Rafif Amir atau Lukman Hakim sekitar tujuh tahun yang lalu dalam acara Writing Camp FLP Malang 2009 di Kota Batu. Kala itu status saya masih pelajar kelas 3 SMA dan Mas Rafif sebagai mahasiswa Unej (Universitas Negeri Jember). Ketua FLP Jatim kala itu dijabat Bunda Sinta Yudisia yang sekarang menjadi ketua FLP Pusat. Ketua FLP Malang masih dijabat oleh Pak Faris Khoirul Anam, dan ketua panitia dalam acara itu adalah Mbak Fauziyah Rachmawati yang pada waktu yang sama adalah ketua FLP Ranting UM.
Dalam acara itu juga ada Masdhar Zainal sang cerpenis, hanya saja belum terkenal seperti sekarang ini. Juga ada Rasyid Ridho yang lekat dengan resensi-resensinya itu. Hadir juga seorang penulis perempuan yang populer dan juga pengamat media Bu Sirikit Syah sebagai narasumber.
Saya hadir dalam acara tersebut sebagai peserta bersama Jega Arufa, anggota FLP Blitar yang dua tahun lebih muda dari saya. Selepas acara tersebut, sebenarnya saya tidak terlalu sering lagi mengikuti agenda FLP. Selain akhirnya pindah sementara ke Malang untuk melakukan studi, saya juga vakum selama sekitar tiga tahun. Baru setelah itu aktif di FLP Ranting UIN Malang dan sekarang kembali ke FLP Blitar.
Selain itu, saya juga tidak begitu ‘gaul’ di dunia maya. Selain facebook dan twitter. Itu pun intensitasnya tidak begitu masif. Apalagi WA dan BBM. Praktis. Setelah itu saya tidak tahu banyak tentang FLP. Terakhir adalah Munas di Bali yang lalu.
Kemarin (23/08/15), saya dan tiga orang FLP Blitar datang ke Sidoarjo untuk agenda Silatwil FLP Jatim sekaligus Musywil. Saya baru tahu kalau tempatnya di rumah Mas Rafif yang banyak buku-bukunya itu, yang juga difungsikan sebagai rumah cahaya FLP Sidoarjo. Mas Rafif sendiri pernah menjabat sebagai ketua FLP Sidoarjo dan FLP Jember. Meskipun aslinya orang Sumenep. Ini adalah perjumpaan kedua sejak tujuh tahun lalu.
Silatwil sekaligus Musywil itu sendiri pun sebenarnya adalah inisiatif dari FLP Sidoarjo yang ingin agar terjadi regenerasi di lingkup FLP Jatim. Hanya saja memang terlalu sederhana untuk ukuran Musywil. Musywil semestinya tidak hanya pemilihan ketua baru, tapi juga ada agenda LPJ dan sederet Musyawarah lainnya yang lebih prosedural.
Semoga di tangan Mas Rafif, FLP Jatim lebih maju, terutama membangun jejaring antar Cabang dan Ranting. Mengingat Jatim adalah salah satu FLP terbesar di Indonesia dengan lebih dari 10 cabang. Tentu kuantitas yang banyak ini bisa dimaksimalkan dengan baik. Sangat jarang ada komunitas kepenulisan dengan jumlah yang begitu signifikan seperti FLP ini.
FLP Blitar sendiri, dibawah kepemimpinan Saifudin Ahmad juga tengah menata kembali eksistensnya. Ada banyak calon penulis bagus disini, seperti Alfa Anisa yang kuat sekali sense of sastranya, dan mungkin saja akan menjadi sastrawati di masa depan. Ada Rere Riand dan Adinda R.D Kinasih yang concern menulis cerpen dan merupakan murid dari Achi TM. Juga beberapa lainnya yang tidak hanya fokus di karya fiksi, tapi juga non fiksi. Mereka juga aktif di LPM (Lembaga Pers Mahasiswa di kampusnya masing-masing.
Keikutsertaan FLP Blitar dalam Musywil ini sekaligus menjadi moment penting untuk memperkenalkan kembali komposisi FLP Blitar yang baru selepas Mbak Gesang Sari Mawarni. Memang masih kembali merangkak, belum berjalan lancar bahkan berlari. Dalam waktu dekat, FLP Blitar akan menerbitkan antologi cerpen yang pertama, serta agenda lain seperti kelas menulis yang nantinya akan fokus pada cerpen, esai, dan puisi.
Selain itu, membangun jejaring di dalam Kota sendiri, salah satunya dengan UPT Bung Karno, LPM (Lembaga Pers Mahasiswa), Jurnalistik di sekolah-sekolah, lembaga kesenian dan juga instansi terkait. Yang terdekat adalah pengadaan sekretariat. Insyaallah, bulan September ini FLP Blitar sudah memiliki sekretariat.
Agenda rutinan lainnya, semisal bedah karya dan ekspansi karya ke media-media juga terus digalakkan. Semoga, FLP Blitar bisa bersinergi dengan FLP Jatim dan Cabang lainnya. Saya pun juga masuk menjadi pengurus FLP Jatim sebagai perwakilan dari Blitar.
Kita berharap FLP Jatim semakin maju pesat. Maju bukan hanya program momentualnya, tapi juga karya-karyanya. Karena tujuan FLP adalah menciptakan Penulis, bukan memperbanyak program kerja. Program kerja yang ada, tentu saja bertujuan untuk meningkatkan kualitas penulis-penulisnya.
Mari bersama-sama berfastabiqul khoirot untuk terus berkarya. (*)
Blitar, 25 Agustus 2015
A Fahrizal Aziz
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini