Masa Hiatus

Hiatus

Hiatus bisa diartikan berhenti sejenak. Jeda. Pause. Atau bahasa spiritualnya : semedi, menyepi, bertapa. Tentu tidak dalam arti konvensional, harus di gua, di pengasingan, dll.
Hiatus dalam hal ini, berhenti dari aktivitas formal. Bagi saya, sejak Agustus 2015 - hingga rencananya, Agustus 2016 ini, adalah masa hiatus.
Jeda sejenak untuk tidak berorganisasi. Bekerja secara formal sebagai wartawan di lembaga. Jeda untuk menulis. Untuk menulis, sulit untuk jeda, meski selama hiatus, yang ditulis adalah hal-hal ringan berkaitan dengan self information.
Apa yang ingin saya lakukan selama hiatus? Saya ingin belajar lagi. Membaca banyak buku, bekerja dari sektor lain (kuliner misalkan), intinya, menghayati dunia sunyi yang isn't mine (bukan milik saya).
Dunia organisasi. Dunia menulis. Dunia jurnalis. Dunia wacana. Adalah dunia saya. Dunia yang saya temukan sekitar satu dekade terakhir. Tapi sepertinya ada gap yang kuat dari dunia yang saya temukan, dengan dunia yang saya alami --sebelum menemukan dunia sendiri--
Saya ingin menjembatani gap itu dengan hiatus. Sejak menemukan dunia sendiri, saya seolah menjadi outsider. Orang memandang pun juga begitu. Jauh dari kesan keluarga yang selama ini merawat dan membesarkan saya.
Keluarga saya bukan orang akademik. Keduanya wirausaha. Bapak saya beberapa kali kerja di pabrik, toko, dll sampai akhirnya memiliki usaha sendiri, membuat bakso dan mempekerjakan banyak orang disitu silih berganti. Sampai bisa membangun rumah sendiri, sampai bisa punya ini itu, dan terakhir sampai mampu membeli mobil.
Semuanya dari awal. Bukan warisan. Satu-satunya warisan adalah tanah yang kini dibangun jadi rumah.
Ibu saya juga begitu (saya memanggilnya emak). Lulusan SMEA. Pernah bekerja sebagai penjahit. Kini juga bersama membangun usaha bapak. Bedanya, Ibu saya rajin belajar meski usianya sudah emak-emak.
Belajar mengaji, ikut pengajian, yasinan, dll. Ibu saya juga berfikirnya cenderung visioner. Hal yang paling terlihat, ketika Ibu saya meminta saya sekolah ke kota, ke tsanawiyah. Padahal saya dari SD, SD yang terbelakang pula.
Sekolah ke kota, di sebuah sekolah yang bagus kala itu, benar-benar memberikan perubahan yang signifikan. Seperti keluar dari tempurung. Melihat dunia lebih luas, terbuka, dan dididik oleh guru-guru dengan kemampuan akademik yang baik pula. Semua itu karena ngototnya Ibu saya kala itu.
***
Dunia wirausaha adalah dunia yang membesarkan saya selama ini, dunia yang seolah ada gap dengan dunia yang selama ini saya geluti.
Dunia wirausaha, dunia yang tidak mengenal tanggal tua dan muda. Dunia mandiri. Independen. Dunia yang saya nikmati. Dunia yang jika tidak bekerja, maka tidak dapat uang. Jika tidak produksi, maka tidak dapat gaji.
Masa hiatus inilah moment yang saya gunakan untuk menghayati itu semua. Pada dasarnya, jiwa wirausaha adalah jiwa saya. Jiwa yang tidak ingin terikat. Jiwa yang Bebas. Termasuk dalam hal pekerjaan. Tidak terikat lembaga.
Saya ingin menghayati dua dunia yang bagi saya masih menjadi gap. Dua dunia yang tidak ingin saya tinggalkan salah satunya. Dua dunia, dua jiwa yang harusnya bisa saling kolaborasi.
Tapi masa hiatus tidak selalu berjalan mulus. Mulus tidaknya bagaimana sebenarnya saya juga kurang tahu. Meski banyak yang berkomentar begini : kok tiba-tiba hilang?
Hilang karena tidak lagi aktif di organisasi. Hilang karena biasanya hadir dalam diskusi, acara diklat, atau sekedar nongkrong di markas. Hilang karena tidak lagi menulis berita, wawancara, foto-foto narsis dengan narsum. Dsj.
Saya hanya kembali ke kota kecil ini. Untuk proses hiatus. Tapi tidak benar-benar hilang. Di Blitar ternyata saya masih mengaktifkan diri di beberapa organisasi dan komunitas, meski dengan intensitas dan ambisi yang berbeda.
Menulis. Saya masih menulis. Tepatnya, bekerja dengan menulis. Tidak sebagai jurnalis, tapi hanya sebagai penulis artikel content. Kadang juga menulis untuk blog dan media online.
Satu tahun masa hiatus telah berjalan, dengan beragam testimoni yang ada. Entah berapa banyak saya belajar selama setahun ini. Tapi sebagai orang yang menjalani itu, selalu ada point yang bisa saya ambil.
Awal agutus 2016 ini adalah berakhirnya masa hiatus, dengan planning baru yang mungkin berbeda.(*)
Blitar, 2 Agustus 2016
A Fahrizal Aziz

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini