HMI |
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) merupakan Organisasi Mahasiswa Islam tertua di Indonesia. HMI lahir terlebih dulu dari dua Organisasi Mahasiswa lain seperti PMII dan IMM. Kala itu, HMI merupakan representasi dari kekuatan Islam di lingkup Mahasiswa, dimana Masyumi menjadi induknya. Selain HMI, dilingkup Pelajar juga ada PII (Pelajar Islam Indonesia).
Jika kita merunut sejarah, Masyumi adalah Organisasi sekaligus Parpol Islam yang kuat kala itu, bahkan sampai saat ini pun, belum ada Parpol Islam yang bisa menyamai kekuatan Masyumi. Didalamnya berkumpul kader NU, Muhammadiyah, Al Irsyad dan lain sebagainya. Masyumi adalah representasi kekuatan Islam di Indonesia di masa lalu. Sayang, karena alasan politik kemudian Soekarno membubarkan Masyumi. Namun tidak dengan HMI.
HMI masih eksis hingga saat ini, dan telah banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Beberapa yang mencolok antara lain, Nurcholish Madjid, Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, hingga Mahfud MD. Namun dalam dua tahun terakhir, HMI terdera isu tak sedap, mulai dari kisruh kongres di Riau, hingga penyerangan kantor KPK beberapa waktu lalu. Termasuk stigma-stigma buruk yang melekat pada HMI di daerah-daerah. Mungkin karena kebesarannya, banyak yang kemudian bergabung dengan HMI tanpa ingin ber-HMI secara serius, melainkan sebagai lompatan politik. Inilah yang akan merusak HMI secara perlahan-lahan.
Sebagai Organisasi Mahasiswa Islam tertua, HMI harus dirawat secara serius karena HMI menyimpan kekuatan struktural dan kultural yang sangat signifikan di Republik ini. HMI begitu menggairahkan secara politik. Kekuatan itu harus digunakan untuk agenda yang lebih besar, misal agenda kemanusiaan, agenda keilmuan dan lain sebagainya. HMI dikenal sebagai Organisasi Mahasiswa yang melahirkan figur-figur progresif, menghargai pluralitas dan toleran. Kekayaan ini harus dijaga ditengah gempuran ideologi radikal dari luar.
HMI harus dirawat. Karena merawat HMI sama halnya merawat Indonesia. Ber-HMI membuat seorang Muslim tidak kehilangan identitas ke-Islamannya, sekaligus identitas Nasionalismenya. Inilah yang menjadi cita-cita luhur Pancasila. Negara yang dibangun dengan spirit agama, tapi menghargai yang berbeda-beda. (red.s)
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini