Harga Sebuah Rasa



Tiap kali hendak membeli buku, biasanya saya berfikir agak panjang : kenapa saya harus beli buku ini? Apa manfaatnya? Apakah isinya bagus? Atau jangan-jangan sudah ada versi PDF-nya di Internet, dll sampai kemudian memutuskan untuk membeli atau tidak. Pernah suatu ketika ke toko buku, sudah memilih buku dan memegang buku itu sambil berjalan keliling melihat buku-buku lain, tapi akhirnya buku tersebut tidak jadi saya beli karena pertimbangan harga. Ya, begitu perhitungannya saya untuk hal ini.

Pertimbangan lainnya adalah, biasanya buku-buku itu ada di Perpustakaan, dimana saya bisa meminjamnya. Atau, karena masih banyak buku yang sudah saya beli dan belum terbaca. Jadi kalau beli lagi bisa menumpuk-numpuk, terutama novel. Akhirnya hanya menjadi pajangan, sisanya dipinjam dan tak pernah kembali.

Namun ada suatu ketika yang membuat saya mau tidak mau membeli buku itu, misal buku pegangan wajib perkuliahan. Atau buku dari penulis favorit saya. Kadang bela-belain menyisihkan uang untuk mendapatkan bukunya. Tapi menariknya, buku yang kita beli kadang tidak bisa dibandingkan dengan uang yang telah dikeluarkan. Memang ada buku yang sudah kita beli, dan kita merasa kecewa dengan isinya. Namun ada buku yang saking bagusnya, membuat kita menemukan “rasa”. Yang begitu itu tidak pernah membuat kita menyesal untuk memilikinya.

Buku tersebut mungkin seharga puluhan atau ratusan ribu rupiah, namun “rasa” yang kita dapatkan tidak ternilai harganya. Informasi yang disajikan, ditambah dengan persepsi dan interpretasi dari penulisnya, membuat kita menemukan sesuatu. Kadang membuat kita lebih semangat menjalani hidup, atau membuat kita memiliki pola pikir yang lebih. Berapa harga atas hal-hal yang kita dapatkan tersebut? tentu tidak bisa dinilai secara materi.

Apalagi buku-buku impresif yang ditulis dengan diksi yang menarik. Tidak hanya mengisi otak kita, tapi juga meresap ke hati. Membaca buku, seolah menjadi terapi tersendiri, hiburan bagi otak dan jiwa, pikinik rasa, gagasan, dlsb. Itulah yang membuat saya selalu terngiang untuk membeli buku, setidaknya sebulan sekali. (*)

Blitar, 8 Oktober 2016
A Fahrizal Aziz

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini