Batal Bergabung di Jurnalistik Kampus
Ada perbedaan yang cukup kontras setelah tidak tinggal di Ma’had. Tidak ada lagi suara Musyrif yang membangunkan untuk mengikuti wirid latif. Tidak ada juga shalat subuh yang diabsen. Tidak ada ta’lim sampai menjelang kuliah. Tidak ada juga jam malam. Tidak ada pula kuliah bahasa arab dari jam dua siang sampai delapan malam.
Artinya, ada “waktu luang” yang harus diisi, sebagai pengganti aktivitas sebelumnya. Jam perkuliahan jurusan memang sedikit berubah, bahkan ada yang masuk sore. Masih ada juga kuliah hari sabtu, biasanya mengganti jam perkuliahan hari lain, ketika dosen tidak hadir.
Hari sabtu-ahad biasanya full untuk agenda organisasi, bagi mereka yang aktif di organisasi. Tahun itu saya mendaftar UKM Jurnalistik. Nama resminya, UAPM (Unit Aktivitas Pers Mahasiswa) Inovasi. Atau sering juga dikenal dengan nama LPM (Lembaga Pers Mahasiswa).
Selain UAPM Inovasi, ada dua media kuat di UIN Malang. Kuat dalam arti, mendapatkan dana dari kampus. Jika UAPM sejenis UKM (Unit kegiatan Mahasiswa), maka dua media lainnya langsung dibawahi Kampus. Pertama, Tabloid GEMA dibawah Humas Kampus. Kedua, Majalah Suara Akademika dibawah Kemahasiswaan.
Dua media milik kampus itu, selain didanai kampus, para pengelolanya juga mendapatkan tunjangan. Khusus yang dibawah Kemahasiswaan, wartawan Majalah kadang direkomendasikan untuk mendapatkan beberapa beasiswa. Kala itu ada banyak beasiswa untuk mahasiswa. Mulai dari yang recehan, sampai yang setara harga sepeda motor.
Saya mendaftar di UAPM Inovasi sampai pada interview awal. Tahapan untuk bisa diterima harus melalui beberapa diklat. Entah kenapa ada atmosfir berbeda dalam diri saya waktu itu, sebagai orang yang memang sudah terlibat dalam kegiatan kejurnalistikan sejak masih sekolah.
Diklat PJTD (Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar) adalah pintu masuk. Semua yang sudah berpengalaman ataupun belum, harus ikut. Intinya bukan sekedar materi yang disampaikan, tapi juga melihat sejauh mana antusiasnya untuk menjadi bagian dari UAPM Inovasi.
Karya UAPM Inovasi adalah karya Jurnalisme kritis. Obyek kritiknya adalah birokrasi kampus, juga OMIK (Organisasi Mahasiswa Intra Kampus) yang meliputi Himpunan Mahasiswa Jurusan, Badan Eksekutif Mahasiswa, sampai DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa). DPM ini dalah DPR-nya mahasiswa. Atau yang umum dikenal dengan nama SENAT.
Jika UAPM Inovasi berhaluan Jurnalisme kritis, maka Tabloid GEMA yang dikelola Humas Kampus berhaluan Informatif, bahkan bisa disebut Jurnalisme Citra. Berita yang diangkat bertujuan memberikan kesan positif pada kampus. Dua media ini sering “bentrok” dalam penggalangan isu. Namun Tabloid GEMA terbit bulanan, dengan tampilan dan kualitas yang bagus. Jumlah eksemplarnya pun lebih banyak.
Berbeda dengan Majalah Suara Akademika, yang sifatnya lebih ke Jurnalisme Inspiratif. Sebagian besar berita yang dimuat adalah berita kegiatan UKM. Porsi lebihnya diberikan untuk rubrik opini, resensi, dan wawancara tokoh. Akhir tahun 2011, saya bergabung dengan Majalah ini.
Pada akhirnya saya tidak menjadi bagian dari LPM Inovasi. Saya tidak ikut PJTD, apalagi diklat lanjutannya. Meskipun sejak menjadi mahasiswa baru, LPM Inovasi adalah UKM pertama yang saya bidik. Namun dalam perjalanannya, ada hal-hal yang membuat saya harus melepaskan keinginan tersebut.
Salah satunya karena saya juga aktif di OMEK (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus). OMEK inilah yang paling bernafsu jika ada Pemilu Kampus, dan menduduki jabatan OMIK. Sementara para politisi OMIK adalah sasaran kritik LPM inovasi.
Saya tidak bisa melepaskan OMEK yang saya ikuti, bukan karena punya gairah politik. Melainkan ada hal yang ingin saya perdalam di OMEK tersebut, terutama dalam hal Pemikiran Islam dan Pergerakan.
Meski berat, akhirnya saya rela untuk tidak aktif di UKM Jurnalistik. Namun aktivitas Jurnalistik tetap saya jalankan di Himpunan Mahasiswa Jurusan, terutama ketika harus menerbitkan Buletin, mengelola Mading, dan membuat website. []
Blitar, 20 Maret 2017
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini