Perjalanan Menulis (bag. 4)





Selesai sekolah biasanya saya mampir ke sekretariat Jurmalintar (atau kami biasa menyebutnya Dapur Jurnalis), banyak hal yang kami perbincangkan. Tidak hanya masalah organisasi, kadang juga ngobrol tentang film, musik, novel, sampai saling bercerita kehidupan pribadi.

Hal yang sering didiskusikan adalah novel, terutama karena PH inti, ketua, sekretaris, dan bendahara semuanya dari kelas bahasa. Tahun 2008 novel ayat-ayat cinta sedang amat diperbincangkan. Apalagi setelah diangkat menjadi film. Novel Ayat-ayat Cinta (AAC) adalah novel pertama yang saya baca habis, sekaligus yang memancing saya untuk menulis novel.

Tapi kami tidak tahu kemana harus belajar. Di sekolah tidak ada organisasi, di Blitar pun belum tahu komunitas apa yang bisa kami datangi untuk sekedar sharing soal karya fiksi. Yang paling lekat waktu itu adalah FLP (Forum Lingkar Pena). Itu karena dalam novel AAC, ataupun novel Kang Abik lainnya, muncul logo FLP.

Namun FLP yang terdekat ada di Malang. Informasi tersebut dibawa oleh Pak Kukuh Santosa ketika mengisi diklat, sebagaimana yang saya ceritakan pada bagian 1 tulisan ini. Waktu itu Pak Kukuh memberikan buletin yang diterbitkan oleh FLP Malang, sampai saya bertanya bagaimana caranya bergabung dengan FLP Malang, saking penasarannya.

Tak berselang lama, disela-sela diklat, Bang Yopi Yafrin datang menemui Pak Kukuh. Baik Pak Yopi dan Pak Kukuh, keduanya sering mengisi diklat Jurmalintar. Pak Yopi lah yang mengisi materi “membaca cepat” ketika saya ikut diklat PAB akhir tahun 2006. Ternyata Pak Yopi dan Pak Kukuh sudah saling kenal.

Mei 2008, Pak Yopi pun menghubungi saya melalui telepon. Saya diminta mampir ke warnetnya, di daerah jalan tanjung. Pak Yopi menjelaskan beberapa hal terkait rencana mendirikan FLP di Blitar. Saya diminta mengantarkan surat kepada ketua Jurnalistik di beberapa sekolah. Saya sendiri mendapatkan surat undangan atas nama ketua Jurmalintar.

Surat tersebut berisi undangan pertemuan di rumah Pak Yopi Yafrin, pada hari Jum’at 6 Juni 2008 pukul 13.30. Saya mengajak serta dua teman rohis lain, yaitu Pendi Setiawan dan Tri Nur Herika. Beberapa pelajar juga hadir, seperti Mas Yughi, siswa SMKN 2 Blitar, yang setahun lebih tua dari saya.

Seingat saya Mas Yughi juga sambil bekerja di fotocopy jl. Semeru, dekat alun-alun. Bersama beberapa teman, Mas Yughi membuat majalah kecil, semacam minimag. Kalau tidak salah ingat, namanya Youth Soul atau sejenis itu. Segmentasinya adalah remaja. Bahasa yang digunakan pun juga bahasa gaul ala anak remaja. Majalah kecil tersebut ia buat sendiri, termasuk menggandakannya dengan uang pribadi, patungan dengan yang lain.

Mas Yughi pula yang pertama kali membuat blog flp-blitar.blogspot.com beserta email dan akun facebooknya. Tahun itu blog yang paling populer adalah Multiply. FLP Blitar sempat punya blog di Multiply, namun saya lupa alamatnya. Dilacak melalui google pun juga tidak muncul.

Selain pelajar, juga ada Mahasiswa. Saya tidak ingat semuanya, satu yang masih ingat bernama Pamuji, mahasiswa STIKIP tingkat akhir. Mudah diingat karena penampilannya yang klimis. Kacamatanya tipis, rambutnya belah pinggir rapi dan selalu nampak mengkilap. Karena sore itu kami shalat ashar berjamaah di dekat Masjid rumah Pak Yopi, saya jadi tahu kalau Mas Pamuji selalu membawa sisir kecil di sakunya. Setelah wudhu ia pun menyisir rambutnya agar rapi kembali.

Singkat cerita, pertemuan tersebut membahas pendirian FLP, sebagai salah satu organisasi/komunitas kepenulisan yang ada di Blitar. Karena FLP bersifat struktural, mulai dari tingkat pusat, wilayah, cabang, hingga ranting, maka pendiriannya pun harus juga menghubungi FLP Wilayah dan Pusat. Kebetulan tak berselang lama ada Silatnas FLP di Jakarta, meski belum launching, FLP Blitar turut hadir sebagai peserta.

Pada saat Launching, datang ketua FLP Pusat, Pak Irfan Hidayatullah. Beberapa novel Pak Irfan pernah saya baca, terutama novel remaja atau semi tenlit yang berukuran kecil. Berikutnya datang pula Bu Sinta Yudisia, penulis beberapa novel dan buku. Novel yang diperkenalkan sebagai ajang promosi di pamflet berjudul Lafadz Cinta.
 
suasana penerima tamu acara launching FLP Blitar
Setelah bergabung dengan FLP, saya banyak membaca buku karya sastra. Diskusi yang sering dilakukan pun banyak berkaitan dengan karya sastra, karena lebih banyak peminat fiksi daripada non fiksi.

Sebenarnya jalur fiksi sendiri tidak begitu digeluti Pak Yopi, yang notabene adalah motivator yang lebih banyak membaca buku-buku non fiksi, terutama buku-buku sains, psikologi, dan buku-buku tips.

Pak Yopi pun sesekali pernah memperlihatkan draft bukunya yang masih dalam bentuk file di laptop, juga pernah menunjukkan blognya yang bertajuk “belajar cool”. Pak Yop menggunakan bahasa gaul gaya jakarta, menggunakan gue-elo. Kata Pak Yop, agar anak muda yang membacanya bisa mengikuti dan lebih santai. Pak Yop pula yang mengajarkan pada saya tentang “belajar asyik” ketika di Jurmalintar dulu.

Sementara saya, justru mulai mencoba untuk menulis cerpen dan novel. Menulisnya dalam buku tulis isi 64 lembar. Kala itu sampai dua buku, kemudian saya staples jadi satu. Pak Yopi dan Mbak Gesang Sari (Ketua pertama FLP Blitar) pernah membacanya. Novel bercerita tentang persahabatan, cinta, dan keluarga. Khas gaya anak remaja yang masih labil. Judulnya saya lupa, atau seingat saya belum sempat memberi judul.

Berikutnya saya belajar menulis cerpen. Kadang kalau ada waktu luang, saya mengetiknya di warnet. Cerpen pertama saya, setelah diprint ternyata da 12 halaman. Beberapa cerpen kemudian saya print dan perlihatkan teman terdekat, terutama teman di Jurnalistik. Siti Zaenab dan Adinda Rahma mungkin yang paling sering saya mintai berkomentar jika saya baru saja membuat cerpen.

Menulis cerpen dengan tulisan tangan waktu itu menyisakan keasyikan tersendiri. Bahkan rela tidur sampai larut malam. Bukan berarti punya banyak waktu luang. Karena selain sekolah, saya juga harus mengurusi satu organisasi dan satu komunitas. Ditambah bergabung dengan FLP Blitar. Hampir setiap hari pulang menjelang magrib. FLP Blitar adalah komunitas/organisasi diluar sekolah pertama yang saya ikuti. []

Blitar, 9 Maret 2017
A Fahrizal Aziz

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini