Renungan Setelah 72 Tahun Proklamasi



"....Tujuh belas Agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita...."

Itulah penggalan lagu yang Saban tahun dinyanyikan oleh ribuan rakyat Indonesia. Bisa dikatakan bahwa lagu tersebut adalah lagu wajib kemerdekaan. Ya,.. tepat 72 tahun yang lalu di bulan Ramadhan, Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, begitu sih katanya.

Di sela-sela mengisi kemerdekaan, tentu tak banyak akan teringat akan konsep besar tentang sebuah kemerdekaan, yaitu "merdeka 100%", sebuah konsep besar yang sempat di tawarkan oleh Datuk Ibrahim Tan Malaka.

Banyak hal telah dijabarkan oleh Tan Malaka dalam konsep 'Merdeka 100%' itu. Dalam konsepnya itu Tan Malaka membuat tiga percakapan dalam ekonomi-politik. Tan Malaka menulis dalam format percakapan antara lima orang dari latar belakang sosial dan pendidikan yang berbeda. Di antaranya adalah; Mr Apal (Wakil kaum intelektual), Si Toke (Wakil kelas pedagang), Si Pacul (Wakil kaum tani), Denmas (Wakil priyayi), dan Si Godam (Wakil kaum buruh).

Kelima tokoh kiasan itu membicarakan seputar kondisi politik, rencana ekonomi berjuang, hingga soal muslihat. Dalam pembicaraan politik dibahas soal makna kemerdekaan dan sebagainya. Inti dalam bagian itu, kemerdekaan haruslah 100 persen tak boleh ditawar-tawar. Sebuah negara harus mandiri menguasai kekayaan alamnya dan mengelola negerinya tanpa ada intervensi asing.

Dalam hal kemerdekaan, Datuk Ibrahim Tan Malaka memang menginginkan sebuah kemerdekaan harus 100% dan tak bisa di tawar-menawar tentang 100%nya itu. Bahkan di suatu malam pada sebuah pertemuan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir dan KH. Agus Salim - Tan Malaka yang hadir tanpa diundang tiba-tiba berkata lantang :

"Kepada kalian para sahabat. Tahukah kalian kenapa aku tidak tertarik pada kemerdekaan yang kalian ciptakan. Aku merasa bahwa kemerdekaan itu tidak kalian rancang untuk kemaslahatan bersama. Kemerdekaan kalian diatur oleh segelintir manusia, tidak menciptakan revolusi besar. Hari ini aku datang kepadamu wahai Soekarno - sahabatku .... Harus aku katakan bahwa kita belum merdeka, karena merdeka haruslah 100%. kemerdekaan hanyalah milik kaum elit, yang mendadak bahagia menjadi borjuis, suka-cita menjadi ambtenaar.....kemerdekaan hanyalah milik kalian, bukan milik rakyat. Kita mengalami perjalanan yang salah tentang arti merdeka, dan apabila kalian tidak segera memperbaikinya maka sampai kapanpun bangsa ini tidak akan pernah merdeka! Hanya para pemimpinnya yang akan mengalami kemerdekaan, karena hanya mereka adil makmur itu dirasakan. Dengarlah perlawananku ini.....Karena apabila kalian tetap bersikap seperti ini, maka inilah hari terakhir aku datang sebagai seorang sahabat dan saudara. Esok, adalah hari dimana aku akan menjelma menjadi musuh kalian, karena aku akan tetap berjuang untuk merdeka 100 persen.” "

Perkataan Tan Malaka diatas memang masih sangat cocok untuk direnungkan oleh kita sebagai penerus bangsa. Bisa kita lihat, diluar sana masih banyak yang harus berteriak keras hanya untuk mengisi perut. Ribuan ibu rela meninggalkan bayi kecilnya hanya untuk membelikan susu dari hasil keringatnya di negeri asing, para pemuda juga rela jauh dari kekasihnya hanya untuk mencari kebutuhan sehari-hari untuk bekal hidup, ribuah buruh masih terus berdemonstrasi untuk upah kerja yang layak, berdebat dan bahkan berkelahi untuk kesempatan bekerja dan mencari nafkah. Jantung anak-anak kita harus terus berdegup keras karena ancaman tidak bisa ikut belajar senantiasa datang apabila terlambat membayar iuran ini itu.

Meskipun 72 tahun lalu indonesia dinyatakan merdeka, namun kondisi ekonomi Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. Kedaulatan Nasional masih menjadi impian. banyak yang perlu diperjuangkan untuk bisa merdeka 100%.

 mendiskusikan konsep merdeka 100% tak ada habisnya. Merdeka 100% mungkin masih berbentuk mimpi di malam yang dingin. Ah.. tapi setidaknya ditahun ini kita masih bisa melihat kerlap-kerlip lampu warna warni di sepanjang jalan itu, sambil ditemani nasi dan sayur lodeh yang tidak asin lagi.

________
oleh: Khabib Mulya Ajiwidodo (pimred srengenge online)

posted from Bloggeroid

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini