Ahmad Fahrizal Aziz
Apa nikmatnya membaca? Mungkin bisa dijawab, tetapi belum tentu bisa "menyalurkan" rasa yang sama.
Persis ketika dulu saya bersama teman datang ke tempat pemancingan ikan, membayar tiket masuknya dan duduk semedi sembari menanti utas kail dicaplok ikan.
Padahal dapatnya hanya berapa ekor, uang tiket masuk tadi kalau dibelikan ikan ke pasar dapatnya juga ikan segitu. Malah tidak perlu bawa pancing dan buang-buang waktu.
Tetapi nikmatnya justru ketika memancing itu, melihat kolam berisi ikan-ikan yang berenang, memegang kail dan menyawatkan talinya ke kolam, sambil menanti, memperkirakan, menebak-nebak, kemana ikan berenang. Apakah sedang mendekati umpan kita atau justru tak tertarik sama sekali.
Membaca? Menariknya dari kafer buku atau dari apa?
Sejak aliyah saya sering ke perpustakaan : membaca koran, majalah, dan meminjam buku. Terutama novel, yang selalu memberikan daya tarik. Apa isinya ya?
Isinya pasti tulisan, kumpulan huruf, rangkaian kata dan kalimat, atau kadang-kadang ilustrasi sederhana. Itu saja, tidak lebih.
Tak seperti kalau kita membeli minuman di warung : ada teh, kopi, wedang jahe, jus, soda gembira, dll. Beda bentuk, beda rasa, sekalipun semua mengandung air, dengan beragam campuran yang membuatnya beda-beda.
Buku juga demikian, meski bahannya sama-sama kertas, dan isinya sama-sama huruf yang dirangkai, tetapi ada "racikan" yang beda. Yang ketika membaca membuat kita jadi ngantuk, atau justru berdecak-decak.
Hanya beda cara menikmatinya, tidak dengan lidah seperti halnya makanan dan minuman. Tetapi hati, pikiran, daya logika, imajinasi, dan sensitifitas masing-masing.
Bagaimana hal tersebut bisa ditularkan? Sulit, bahkan tidak bisa. Harus menemukan sendiri. Ibarat kita sebut gula itu manis, orang lain baru merasakan hal yang sama kalau sudah mencicipinya. Tidak bisa sepenuhnya percaya, hanya karena kesaksian orang lain.
Novel akan jadi sajian yang bagi kita begitu menarik, ketika daya imajinasi kita tertantang dengan kata-kata. Begitupun dengan buku-buku sejarah. Tentu teramat membosankan kalau hanya mengunyah kata per kata. Perlu melibatkan daya logika dan imajinasi.
Ketika kalimat tersebut mendeskripsikan sesuatu, maka otak kita mengimajinasikan hal itu.
Ketika ada kalimat "perempuan cantik sedang duduk sendiri di bangku taman dekat pohon beringin", maka kita mengimajinasikan yang cantik itu seperti apa atau siapa, sementara taman berpohon beringin itu bisa saja membawa bayangkan kita kemanapun, bahkan pada tempat yang tak pernah kita singgahi.
Ketika penulis buku menawarkan argumentasi tertentu, maka kita bisa bertanya balik : apakah benar begini, kenapa tidak begitu? Soalnya yang saya tahu begini.
Ada imajinasi, ada dialog, ada logika yang tertantang, dan ada suasana hati yang terwakili. Setelah itu, setiap melihat buku tergeletak, atau tertata rapi di rak-rak, ada rasa penasaran yang membuncah, ada keingin tahuan yang mengetuk, tentang hal-hal menarik apa dalam buku tersebut.
Selamat menikmati membaca. []
Blitar, 17 Juli 2018
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini