Srengenge - Masyarakat Jawa ternyata memiliki pandangan filosofis soal "rasa" atau "roso". Ada dua jenis rasa yang dipahami, apa saja itu?
Pertama adalah rasa yang bisa ditangkap indra manusia, yang disebut rasa njaba, karenanya manusia tahu rasa asin, manis, pedas, panas, dingin, dll.
Kedua adalah rasa yang lebih dalam, yaitu rasa njero yang muncul dari bathin manusia.
Orang Jawa mengenal ungkapan *Ojo rumongso iso, iso o rumongso. Artinya, jangan merasa bisa, tetapi bisalah merasa.
Karenanya orang Jawa menekankan pentingnya mengasah rasa, terutama rasa njero yang berupa empati dan kasih sayang.
Bagi orang Jawa, keluarga adalah tempat pertama mengasah rasa, bagaimana harus berperasaan, berfikir, dan bersikap menghadapi realitas. Rasa njero inilah yang kemudian melahirkan unggah ungguh atau tata krama pada masyarakat Jawa.
Pentingnya menghargai orang atau ungkapan Jawanya nguwongne wong yang merupakan refleksi dari kemampuan seseorang mengolah rasa njero tersebut.
Zoetmulder, peneliti sekaligus penulis buku Kalangwan; Selayang Pandang Sastra Jawa Kuno (1983 : 304) menemukan pengertian bahwa "rasa" bagi orang Jawa bermakna sesuatu yang dirahasiakan, ghaib, dan benih yang menjadi "sarana kehidupan".
Sejak dulu, melalui kesenian dan ungkapan-ungkapan, orang Jawa mencoba mengasah rasa, memandang kesejatian hidup, dan berinteraksi dengan orang lain. (red.s)**
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini