Hidup Tenang Tanpa Komentar Pilpres



Betapa panasnya pilpres 2014 silam, dan potensi itu mungkin terjadi pada 2019, dengan tensi yang lebih tinggi, dengan emosi yang lebih meletup-letup.

Akan bermunculan postingan-postingan super ajaib yang mengoyak emosi, demi meramaikan, sekaligus memperkeruh perdebatan.

Pihak yang bertanding pun sama, meski beda formasi. Pihak Jokowi akan mempertahankan posisi, dan pihak Prabowo tak ingin kalah lagi, untuk kesekian kali.

Menang. Menang. Menang. Sebab tidak mudah menjadi pihak yang kalah.

Akan tetapi yang lebih heboh justru pendukungnya, lebih frontal, agitatif, emosional, fanatik, dan semacamnya.

Mudah marah, terlibat saling ejek, debat kusir, mudah tersinggung, dan hidup rasanya tidak tenang, tiap kali ada postingan baik tentang lawan, atau postingan yang menyudutkan jagoan.

Dalam beberapa survey, "pemilih diam" terus meningkat. Mungkin bosan. Seperti saya, andai ditanya. Jokowi atau Prabowo? Saya akan menjawab : pokok milih, nanti di bilik suara.

Tidak lagi mau blak-blakan seperti 2014 silam, meski orang tetap bisa menebak.

Mungkin "pemilih diam" akan terus bertambah. Sebab debat sengit belum tentu ada gunanya, menguras emosi. Jangankan dukung mendukung, ikut komentar pun rasanya sudah jengah.

Karena masalah hidup tidak akan selesai hanya karena komentar pilpres. Lebih baik mengurus yang lain, apalagi calonnya hanya dua, tidak perlu banyak pertimbangan.

Mari jadi pemilih diam. Diam mengawasi dan mengamati, lalu memilih pada saatnya nanti. Tidak perlu capek-capek berdebat, atau ikut-ikutan sebar hoax.

Kita ingin hidup yang tenang dan damai. []

Blitar, 19 September 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini