kabarpenumpang.com |
SRENGENGE.ID - Nama keduanya diabadikan menjadi nama Bandara di Sleman, Yogyakarta dan di Malang, Jawa Timur. Namun apakah generasi saat ini tahu siapakah dua figur tersebut? Dan kenapa nama keduanya diabadikan?
Agustinus Adisutjipto dan Abdulrahman Saleh adalah prajurit (komodor) AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Keduanya sama-sama gugur dalam misi kemanusiaan ketika membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Malaya dari Singapura menuju Yogyakarta, setelah sebelumnya terbang dari India.
Keduanya menaiki pesawat Dakota VT-CLA milik salah satu pengusaha asal Indonesia. Saat itu tengah terjadi agresi militer 1 Belanda, banyak korban luka-luka, sehingga bantuan tersebut tentu sangat dibutuhkan.
Meski sudah mendapat ijin penerbangan dari pihak Inggris dan Belanda, namun mendekati lapangan udara di Maguwoharjo, muncul dua pesawat pemburu Belanda, Kittyhawk. Pesawat tempur P-40 itu menembak pesawat rombongan palang merah tersebut hingga terjatuh dan menabrak sebuah pohon besar.
Adisutjipto dan Abdulrahman Saleh pun gugur dalam peristiwa yang terjadi pada 29 Juli 1947 tersebut, yang kemudian diperingati sebagai hari bakti Angkatan Udara. Saat itu usia Adisutjipto masih 31 tahun dan Abdulrahman Saleh 38 tahun.
Meski gugur pada usia muda, namun kiprah keduanya begitu cemerlang. Adisutjipto adalah seorang dokter muda lulusan GHS (Geneeskundige Hoge School) dan sekaligus lulusan sekolah penerbangan Militaire Luchtvaart di Kalijati, Subang.
Adisutjipto, Wikipedia |
Ia seorang penganut Katolik yang lahir 3 Juli 1916 di Salatiga, Jawa Tengah. Pada 15 November 1945 ia mendirikan sekolah penerbangan di Maguwoharjo untuk mendidik calon-calon pilot tanah air. Ia termasuk tokoh penting dalam AURI. Lapangan udara itu kini berubah nama menjadi Lanud Adisucipto untuk mengenang jasanya.
Begitupun dengan Abdurahman Saleh, ia juga dikenal sebagai dokter, dan salah satu yang pertama mengembangkan ilmu kedokteran dan faal di Indonesia. Universitas Indonesia pun mengukuhkannya sebagai bapak faal Indonesia pada 5 Desember 1958.
Abdulrahman, Wikipedia |
Di Malang, Abdulrahman Saleh mendirikan sekolah teknik udara dan sekolah radio udara. Ia pun merupakan salah satu pemrakarsa berdirinya RRI (Radio Republik Indonesia). Selain itu ia juga tetap aktif sebagai dokter militer dan mengajar ilmu kedokteran di Klaten, Jawa Tengah.
Nama Marsekal muda (TNI) yang lahir di Jakarta, 1 Juli 1909 tersebut kemudian diabadikan menjadi bandar udara di Malang. Seperti halnya Adisucipto, keduanya mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional pada 9 November 1974. (Red.s/fa)
#mengingatsejarah
Dapatkan postingan terbaru srengenge.id dengan bergabung di WA Grup Komunitas Muara Baca. Klik DISINI.
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini