Anak-anak Dikepung Gawai dan Aplikasi


Kamis, 9 Januari 2020

Generasi yang lahir setelah tahun 2000, pada masa remajanya akan menjumpai kemudahan berbasis teknologi informasi.

Kecepatan mengakses informasi, menjalin relasi, serta beberapa fitur menarik yang ditawarkan bermacam aplikasi di Playstore atau Appstore.

Sehingga, rata-rata mereka lebih asyik di rumah atau kamar. Lebih asyik dengan gawainya, ketimbang keluar rumah dan bermain sampai larut sore.

Itulah bedanya anak generasi 2000-an dengan sebelumnya. Jika dulu anak-anak itu sulit dan cenderung tidak betah di rumah, kini sebaliknya, malas untuk keluar karena ada suatu yang menarik di dalam gawainya.

Ternyata, keduanya juga merepotkan orang tua. Anak yang suka keluyuran dianggap terlalu liar dan kurang disiplin waktu. Sementara yang tidak suka keluar rumah, ditakutkan tumbuh menjadi anak individualis dan anti sosial.

Namun tak perlu khawatir, sekarang memang eranya gawai. Perubahan memang cepat.

Saat anak-anak masih asyik dengan permainan tradisional, lambat laun datang game bot, lalu video game, pindah ke playstation, hingga x box. Kini semua diwakili oleh gawai.

Agar tak keluyuran, orang tua dulu membelikan video game atau playstation. Selain itu, biar lebih irit ketimbang rental di luar.

Sekarang orang tua bingung mencari cara bagaimana agar anak tertarik untuk keluar rumah, bertemu teman, bersosialisasi, agar kinestetiknya terlatih sehingga fisiknya lebih sehat.

Anak-anak kini dikepung oleh gawai dan bermacam aplikasi. Sebenarnya tidak hanya anak-anak, orang dewasa juga. Bahkan bisa jadi lebih parah.

Coba perhatikan apa yang terjadi ketika kita nongkrong bersama, di kafe atau warung kopi, berapa persen yang fokus pada topik perbincangan, sisanya tersedot ke ponselnya masing-masing.

Apa yang tersaji dalam ponsel nampak lebih menarik ketimbang kehadiran teman-teman secara riil. Anehnya, intensitas hubungan justru semakin kuat di aplikasi chatting. Padahal saat bertemu jarang ada percakapan.

Alasan kenapa banyak yang merasa kesepian, karena ketidakmampuan membangun percakapan, dialog, dan hanya cerewet via jempol pada ponselnya.

Itu orang dewasa, bagaimana dengan anak-anak, yang masih haus bermain, yang dalam gawainya menyajikan permainan penuh tantangan?

Merebut gawainya, membatasi waktu bermainnya, seperti mencabut dunianya. Ini sulit, apalagi jika si anak sudah menjelajahi banyak permainan dan sudah pada level-level tertentu.

Apalagi kini hampir semua informasi diunggah ke sosial media, yang mengharuskan untuk secara berkala melihatnya agar tak ketinggalan.

Tak bisa lagi melarangnya, yang perlu adalah anak jangan sampai kehilangan aktivitas fisiknya. Olahraga terutama. Juga menjelaskan bahwa ada banyak hal produktif yang bisa dilakukan lewat ponsel super pintar itu.

Salah satunya, ya menulis seperti ini, mengunggah, dan membagikannya ke sosial media. []

Kedai Muara
Ahmad Fahrizal Aziz
www.muara-baca.or.id

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini