Nasi Briyani




Kamis, 12 Maret 2020
Di Surabaya

Nasi kebuli ya? tanya saya ke seorang pramusaji.

"Briyani," Jawabnya sambil menunjuk ke nametag yang terletak tak jauh dari wadah saji.

Saya tak sempat membaca, namun sangat mirip dengan nasi kebuli. Bahkan suiran daging kambing dan potongan kurmanya pun juga mirip.

Ada gurih dan manis, tak terlalu pedas, malah rasa pedasnya tak terasa sama sekali.

Lalu apa bedanya? tanya saya lagi. Dia tersenyum dan menggeleng.

Memang kurang kerjaan saya ini, jelas dia tidak tahu, sebab ada chef tersendiri yang memasak.

Sesekali chef itu keluar untuk mengecek menu apa yang stoknya habis atau menipis. Darimana tahu dia chef? tentu dari pakaiannya yang putih dan berlapis celemek, serta topinya yang lonjong.

Kenapa chef topinya harus lonjong? Tanya saya pada teman satu meja makan, yang kebetulan anak SMK jurusan tataboga.

"Itu untuk sirkulasi udara, biar tidak berkeringat. Harus pakai topi agar rambut tidak jatuh, karena kalau sampai rambut jatuh ke makanan sehelai saja, itu pantangan," Jelasnya.

Mungkin anda yang membaca ini juga baru tahu, alasan kenapa chef topinya lonjong kan? Ada gunanya juga saya kepo.

Kembali ke nasi briyani, yang mirip nasi kebuli itu. Memang saya tidak ingat pasti bagaimana nasi kebuli yang saya santap sekitar 2012 silam.

Namun memang mirip. Seperti nasi goreng, namun tidak benar-benar kering. Harum rempahnya sangat kuat.

Tips trik memasaknya bisa dicari sendiri di google. Sekilas saya baca, cukup ribet. Bumbu dicampur sejak jadi beras. Setelah setengah matang baru diolah lagi.

Pantas masih agak basah. Batin saya. Maksudnya tidak benar-benar kering layaknya nasi goreng.

#

Momentum sarapan adalah momentum incip-incip, di hotel bintang 4, yang terkenal enak kulinernya.

Tidak harus satu menu. Coba banyak menu, tetapi sedikit-sedikit saja. Namanya juga incip-incip, kan? Terutama makanan pencuci mulutnya. Ini bagian dari riset, kan?

Saya mengambil sepotong pentol cilot dan sepotong tahu. Sepotong saja, biar perut muat mencicip lainnya.

Ternyata rasa cilot tak jauh berbeda dari cilot kebanyakan, termasuk cilot pak Salim yang dulu sering mangkal di depan SD saya.

Ada juga nasi goreng. Bedanya, kalau nasi briyani disajikan dalam satu wadah, kalau nasi goreng harus request. Ada chef langsung yang memasakkan.

Tentu chef akan memasakkan untuk satu porsi. Maka saya join dengan seorang teman. Satu porsi bagi dua. Kan biar perut muat untuk incip lainnya.

Kalau yang masak nasi briyani ada sendiri ya? tanya saya ke chef spesialis nasi goreng.

"Nasi briyani menu makan siang, ada sendiri pak," Jawabnya.

Proses pembuatan nasi briyani cukup rumit, tak semudah membuat nasi goreng. Namun soal rasa, saya sih pegang nasi goreng juaranya.

Itulah kenapa, menurut CNN International, nasi goreng dari Indonesia jadi makanan paling enak nomor 2. Nomor satunya, Rendang, dari Indonesia juga.

"Briyani itu artinya nasi goreng," Ungkap chef tersebut.

Saya pun googling. Benar ternyata, Beryani diambil dari bahasa persia yang artinya nasi goreng. Hanya beda nama, beda cara mengolahnya, agak beda juga rasanya.

Sekilas saya merenung, begitu terampilnya orang Indonesia dalam hal kuliner, dengan cara masak yang lebih praktis namun cita rasa tiada dua. []

Ahmad Fahrizal Aziz
bit.ly/catatanFahrizal

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini