Bedah Pidato Tahun Berdikari, Menghadirkan Kembali Indonesia


UPT Perpustakaan Bung Karno menggelar Bedah Pidato Tahun Berdikari : Capailah Bintang-bintang di Langit. Pidato ini merupakan amanat Presiden RI pada 17 Agustus 1965.

Bertempat di Ampiteater Perpus Bung Karno (18/20),
Acara yang digelar dalam rangka HUT Kemerdekaan Indonesia ke-75 tersebut menghadirkan dua narasumber, yaitu M. Taufik, M.AP (Widyaswara utama) dan Ir. Bambang Gunawan (Mantan Wakil ketua DPRD Kota Blitar). Sekitar 150 undangan dari beragam unsur masyarakat tampak memadati tribun.

Walikota Blitar, Drs. Santosa, menyambut baik acara ini. Ia menyebut acara bedah pidato ini merupakan hal baru dan penting agar masyarakat Blitar lebih mengenal tokoh pendiri bangsa tersebut.

"Jika selama ini bedah buku, itu hal biasa, maka bedah pidato ini sangat unik. Apalagi ada dua narasumber yang sangat ahli," Ujarnya, saat memberi sambutan pembukaan.

Narasumber pertama, M. Taufik, menekankan pada pentingnya menghadirkan kembali Indonesia. Mantan kepala Bappeda kota Blitar tersebut bahkan memberikan kritik soal investasi asing.

"Jangan silau pada investasi asing. Investasi memang penting, namun jangan sampai kita dikendalikan oleh mereka, sehingga tidak berdikari atau berdiri di bawah kaki sendiri," Ucapnya.

Sementara Ir. Bambang Gunawan, menyampaikan pentingnya integritas. Ia menyoroti praktek politik uang yang selama ini terjadi di masyarakat, apalagi pada tahun politik seperti ini.

"Bung Karno bilang revolusi belum selesai, tapi tak usah jauh-jauh dulu, kita lakukan revolusi dari hal kecil, misalnya bisakah kita memilih calon pemimpin karena integritasnya, bukan yang ngasih uang tur kerep?" Tantangnya.

Sosok yang juga pernah bersaing dalam kontestasi pilwali tersebut juga menyayangkan sistem politik yang ada, sehingga popularitas lebih penting dibanding integritas.

"Coba itu kalau mau nyalon, butuh popularitas lalu apa, elektabilitas. Integritas ra ono, ra payu," Lanjutnya.

Menyambung penjelasan Ir. Bambang Gunawan, M. Taufik juga menyoroti soal sistem, terutama terkait rekruitment pegawai yang kurang profesional, sampai pada upaya politisasi lembaga pendidikan.

"Waktu sekolah tingkat menengah atas akhirnya diambil alih provinsi, banyak kepala daerah yang nangis, namun guru-gurunya syukuran, sebab mereka tidak lagi dijadikan pekerja partai, karena siswa SMA itu lumbung suara. Selama ini mereka sering dimanfaatkan untuk mendulang suara dengan diberi bimbel gratis dan lain sebagainya," Ungkap M. Taufik.

Acara yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam tersebut turut dimeriahkan oleh band lokal, Padang Rembulan. Serta bagi-bagi hadiah lewat kuis yang disampaikan oleh moderator. [Red.B]

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini