Apakah yang sederhana tidak bermutu?
Inginnya orang menulis yang berat-berat ; soal politik, budaya, pendidikan, ekonomi, konspirasi global dan segala macamnya.
Padahal menulis "berat" juga butuh waktu, butuh referensi, butuh data yang kuat. Tidak asal yang ada dalam fikiran, lalu dituangkan begitu saja. Ada pertanggung jawaban lebih.
Menulis berat butuh sumber eksternal. Makanya kadang butuh waktu, untuk menulis sebuah opini saja, kadang butuh beberapa hari demi menguatkan data dan referensi lainnya.
Lalu apa yang disebut tulisan ringan atau sederhana?
Tulisan yang sumbernya dari kita. Sumber internal sekaligus primer. Bisa pengalaman pribadi, hal-hal yang kita temui, sampai perbincangan dengan orang lain. Tentu itu sangat mudah.
Apakah bermutu? Sebab seringkali pengalaman pribadi kita tak selalu menarik untuk dituangkan dalam tulisan. Terlalu klise dan mudah ditebak, seperti sinetron.
Kalau pernah baca blognya Dee Lestari yang lama, dee-ideas.blogspot.com, rasanya pengalaman pribadi menjadi sangat menarik. Menariknya, karena racikan kalimatnya. Padahal yang diceritakan biasa saja, sangat personal.
Misal Dee bercerita tentang pelatihan membuat pupuk kompos. Selain diksi yang ia gunakan, sisi menariknya terletak pada "bumbu-bumbu" dalam tulisannya, yang mengaitkan dengan pemanasan global, kerusakan tanah, bahaya sampah plastik dll.
Artinya, hal sederhana pun bisa jadi menarik, tinggal bagaimana mengolahnya, bagaimana menyajikannya. Secara psikologis pun, ada rasa puas tersendiri, karena telah membagi pengalaman hidup.
Selamat mencoba.
Blitar, 10 Mei 2018
Ahmad Fahrizal Aziz
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini