Berpolitik itu Dibuat Santai Saja, Pesan untuk Warga Muhammadiyah

Ust. Nurbani Yusuf saat menyampaikan tausiyah. Dok/Harits Blitarmu


Majelis Tabligh PDM Kabupaten Blitar kembali menggelar kajian rutin (11/02/24) di Masjid Nurul Iman, Kanigoro. Kali ini Ust. Nurbani Yusuf dari Kota Batu didaulat menjadi pengisi kajian dengan tema: Cara Cerdas Berpolitik.


Mubaligh yang juga wakil ketua MUI Kota Batu tersebut memulai pengajian dengan menyampaikan jika pengajian yang ia bawakan sedikit berbeda dari keumuman.


"Jadi mohon melapangkan hati dan pikiran sebelum memulai," guraunya.


Ust. Nurbani menjelaskan politik era Nabi Muhammad SAW, terutama setelah Nabi wafat. Ada perbedaan dalam menentukan pemimpin di kalangan sahabat yang menjadi fakta sejarah.


"Nabi itu wafat hari senin, tetapi dimakamkan hari rabu, ada perbedaan pendapat di kalangan sahabat tentang penunjukkan pemimpin setelah nabi wafat," jelasnya.


Di masa kekhalifahan pun, perbedaan pandangan politik juga terjadi di kalangan sahabat, bahkan perbedaannya sangat keras. Tiga khalifah pasca Abu Bakar Asshidiq pun meninggal karena dibunuh, juga perang saudara yang terjadi seperti Perang Shiffin dan Jamal.


Suasana jamaah di dalam ruangan. Dok/Harits Blitarmu


Selanjutnya, menyambung ke kondisi politik pasca kekhalifahan, terutama setelah wafatnya Ali Bin Abi Thalib R.A, dan kemudian berpindah ke Muawiyah. Perpindahan kekuasaan di zaman para sahabat Nabi tidak lepas dari konflik.


"Namun mereka (karena sahabat nabi) masuk surga semua. Lha awak e dewe, satru telung dino karo kancane ae diancam masuk neraka," jelasnya.


Ust. Nurbani juga bercerita dinamika politik Muhammadiyah dari masa ke masa, sejak era orde baru hingga reformasi, lalu menarik benang merah ke era politik terkini.


"Republik ini didirikan oleh Muhammadiyah, lainnya nunut. Soekarno orang Blitar, kader Muhammadiyah. Penjahit bendera merah putih, Ibu Fatmawati, kader Aisyiyah, putri Buya Hasan Din konsul Muhammadiyah Bengkulu. Coba bayangkan, proklamatornya orang Muhammadiyah, yang menjahit bendera aktivis Aisyiyah."


Menjelang pemilu 14 Februari 2024, Ia juga menegaskan bahwa politik itu disikapi dengan santai saja, karena para calon memiliki kepentingannya masing-masing.


"Prabowo yang dulu kita perjuangkan mati-matian, setelah kalah gabung ke Jokowi, Sandiaga juga gabung Jokowi, mereka duduk ngopi bareng, lha kita di bawah bertengkarnya gak selesai-selesai."


Lebih lanjut, dosen UMM tersebut juga mengingatkan agar tidak terlalu fanatik pada satu calon, sampai menimbulkan perpecahan.


"Nanti kalau Prabowo Presiden, Anies Menko, Ganjar Menko. Nanti kalau Anies jadi Presiden, Prabowo jadi watimpres, Gibran jadi menpora," guranya disambut tawa hadirin. []


Red. B/f



0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini