Sejarah Pilkada Kota Blitar Sejak Era Reformasi, Wali Kota Selalu dari PDI-P



Sejak tahun 2000, jabatan Wali Kota Blitar didominasi oleh figur-figur dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). 

Berikut adalah catatan perjalanan para pemimpin Blitar yang membawa visi dan misi mereka bagi kemajuan kota ini.

Djarot Saiful Hidayat, Pemimpin Awal Era Reformasi

Kepemimpinan era reformasi dimulai dengan Drs. H. Djarot Saiful Hidayat, M.S., seorang tokoh PDI-P yang dikenal sebagai pembaharu. 

Djarot menjabat selama dua periode, dari 3 Mei 2000 hingga 3 Agustus 2010. Dalam masa kepemimpinannya, Blitar mengalami sejumlah peningkatan infrastruktur dan penguatan pelayanan publik. 

Bersama wakilnya, Mohammad Zainuddin pada periode pertama, dan Ir. Endro Hermono, M.B.A. di periode kedua, Djarot dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan masyarakat.

Muhammad Samanhudi Anwar

Setelah masa Djarot berakhir, tongkat estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh Muhammad Samanhudi Anwar, S.H., M.M., juga dari PDI-P. 

Samanhudi memimpin selama dua periode, yakni dari 3 Agustus 2010 hingga 15 Februari 2019. Di bawah kepemimpinannya, Blitar memperkuat sektor pariwisata dan ekonomi lokal. 

Namun, kepemimpinannya tidak terlepas dari sejumlah kontroversi yang sempat mencuat ke publik. Meski demikian, Samanhudi tetap diakui sebagai tokoh yang berkontribusi pada pembangunan kota.

Santoso, Pemimpin Masa Kini

Drs. H. Santoso, M.Pd., yang sebelumnya menjadi wakil Wali Kota di bawah Samanhudi, kemudian melanjutkan kepemimpinan setelah Samanhudi berakhir. 

Santoso resmi dilantik pada 19 Mei 2020 untuk menyelesaikan sisa masa jabatan, sebelum akhirnya terpilih kembali pada pemilu berikutnya. 

Di bawah kepemimpinan Santoso, Blitar berusaha bangkit di tengah tantangan pandemi COVID-19. 

Berpasangan dengan Ir. H. Tjutjuk Sunario, M.M., Santoso terus berupaya memperkuat sektor ekonomi dan pelayanan masyarakat.

Dominasi PDI-P di Kota Blitar
Menariknya, sejak era reformasi hingga saat ini, semua Wali Kota Blitar berasal dari PDI-P. 

Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh partai tersebut di kota ini. 

Kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan keberhasilan kader-kadernya dalam membangun Blitar menjadi faktor yang terus mengokohkan dominasi PDI-P dalam politik lokal.

Dominasi PDI-P di Kota Blitar sering dikaitkan dengan keberadaan Makam Bung Karno, tokoh proklamator Indonesia dan salah satu pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia), yang menjadi cikal bakal PDI dan akhirnya PDI-P. 

Namun, hubungan ini lebih bersifat simbolis dan politis, daripada alasan tunggal yang menentukan kemenangan PDI-P di Blitar. 

Berikut adalah beberapa alasan yang mendukung teori ini:

1. Simbolisme dan Kedekatan Sejarah

Makam Bung Karno di Blitar adalah pusat sejarah dan simbol perjuangan nasional. 

Sebagai partai yang berusaha meneruskan cita-cita Soekarno, PDI-P memiliki daya tarik emosional yang kuat bagi masyarakat Blitar. 

Hal ini memengaruhi pola pikir pemilih, terutama generasi yang masih memegang erat nilai-nilai perjuangan Bung Karno.

2. Basis Pendukung Tradisional

Blitar merupakan salah satu basis pendukung PDI-P di Jawa Timur. Sentimen ideologis pro-Soekarno yang masih kuat di kalangan masyarakat Blitar berperan besar dalam mendukung kemenangan PDI-P pada setiap pemilu lokal. 

Keberadaan Makam Bung Karno memperkuat loyalitas pemilih terhadap partai ini.

3. Pariwisata dan Keberpihakan Kebijakan

PDI-P diuntungkan dengan adanya Makam Bung Karno sebagai bagian dari strategi pembangunan Blitar, dengan menjadikan area makam sebagai destinasi wisata budaya. 

Keberpihakan kebijakan terhadap pengembangan situs ini dianggap sebagai bukti konkret keberhasilan PDI-P dalam memperjuangkan kepentingan lokal, sehingga memperkuat dukungan masyarakat.

4. Figur Pemimpin Lokal yang Kuat

Para pemimpin PDI-P di Blitar, seperti Djarot Saiful Hidayat dan Santoso, juga memiliki reputasi baik di mata masyarakat. 

Mereka dianggap mampu membawa kemajuan kota, terutama di sektor infrastruktur dan pelayanan publik, sehingga memperkokoh kepercayaan pemilih terhadap PDI-P.

5. Faktor Sosio-Politik

Pola pemilih di Blitar cenderung mendukung partai yang berakar kuat dalam sejarah dan identitas nasional. 

Dalam hal ini, PDI-P dianggap lebih relevan dibanding partai lain yang kurang memiliki keterkaitan historis dengan Soekarno. []

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini