Setelah kekalahan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Blitar tahun 2024, Bupati Blitar, Rini Syarifah, atau yang akrab disapa Mak Rini, menjadi sorotan publik.
Ketidakhadiran beliau dalam berbagai acara resmi pemerintahan memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat dan pemerhati politik lokal.
Berikut adalah fakta terkait kondisi tersebut dan dampaknya pada roda pemerintahan di Kabupaten Blitar.
Kekalahan Pilkada yang Signifikan
Mak Rini, yang mencalonkan diri kembali sebagai bupati untuk periode kedua, mengalami kekalahan telak dalam Pilkada 2024.
Pasangan Rijanto-Beky Herdihansah berhasil unggul dengan memperoleh sekitar 78,56% suara, sementara Mak Rini dan pasangannya hanya meraih 21,44%.
Kekalahan besar ini dinilai sebagai pukulan berat bagi Mak Rini, terutama karena jabatan bupati adalah posisi strategis yang dipilih langsung oleh rakyat.
Menghilang dari Publik
Pasca-Pilkada, Mak Rini jarang terlihat dalam kegiatan pemerintahan. Terakhir kali ia hadir di acara resmi adalah pada 30 November 2024, saat menghadiri rapat paripurna DPRD Kabupaten Blitar. Sejak saat itu, berbagai tugas kedinasan sering diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Izul Marom.
Ketidakhadiran Mak Rini menimbulkan spekulasi, baik dari masyarakat maupun tokoh politik setempat. Beberapa pihak menduga bahwa ketidakhadiran tersebut berkaitan dengan dampak psikologis dari kekalahan di Pilkada.
Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Supriadi, bahkan secara terbuka menyatakan harapannya agar Mak Rini tetap menjalankan tugasnya sebagai bupati hingga akhir masa jabatan pada Februari 2025.
Pandangan Publik dan Internal Partai
Dari sisi politik, kritik juga datang dari internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), di mana Mak Rini menjabat sebagai Ketua DPC.
Beberapa Pengurus Anak Cabang (PAC) PKB menyuarakan ketidakpuasan atas gaya kepemimpinan beliau, khususnya terkait kurangnya komunikasi dan konsolidasi partai selama masa kepemimpinannya.
Sementara itu, mantan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso, menyarankan agar Mak Rini tetap aktif di ranah politik dan mempertimbangkan cara lain untuk berkontribusi pada masyarakat, seperti melalui pemilihan kepala desa.
Dampak pada Birokrasi
Ketidakhadiran Mak Rini tentu berdampak pada roda pemerintahan Kabupaten Blitar. Meski tugas-tugas administratif tetap berjalan di bawah koordinasi Sekda, beberapa kebijakan strategis memerlukan persetujuan langsung dari bupati.
Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi menghambat pelaksanaan program pemerintah daerah, terutama yang membutuhkan pengambilan keputusan cepat.
Masyarakat juga mulai mempertanyakan komitmen Mak Rini terhadap jabatannya sebagai bupati, terutama mengingat banyak program kerja yang harus diselesaikan sebelum akhir masa jabatannya. Ketidakhadirannya dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Fenomena "menghilangnya" Mak Rini setelah kekalahan di Pilkada 2024 menjadi cerminan tantangan besar yang dihadapi oleh pemimpin politik saat mengalami kekalahan.
Meskipun roda pemerintahan tetap berjalan di bawah kendali Sekda, kepemimpinan langsung dari bupati tetap dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan keberlanjutan program strategis.
Masyarakat Blitar kini menantikan langkah Mak Rini selanjutnya, baik dalam kapasitasnya sebagai bupati hingga Februari 2025 maupun dalam karier politiknya di masa depan.
Bagaimanapun, kinerja pemerintah daerah selama masa transisi ini akan menjadi tolok ukur penting bagi keberhasilan kepemimpinan daerah.
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini