Berdasarkan catatan Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental (1512-1515), Kerajaan Sunda memiliki peran strategis dalam jalur perdagangan internasional pada abad ke-16.
Sebagai salah satu kerajaan besar di tanah Jawa, Sunda tidak hanya menguasai wilayah pesisir, tetapi juga memiliki kontrol atas pedalaman dengan sistem pemerintahan dan perdagangan yang terorganisir.
Catatan ini memberikan wawasan berharga mengenai struktur sosial, ekonomi, dan politik Kerajaan Sunda pada masa itu.
Wilayah Strategis dan Pusat Perdagangan
Kerajaan Sunda dikenal dengan pelabuhan-pelabuhan pentingnya, seperti Banten (Bantam), Sunda Kelapa (Calapa), dan Cimanuk (Chemano), yang menjadi pusat perdagangan regional dan internasional.
Pelabuhan-pelabuhan ini berfungsi sebagai pintu ekspor komoditas utama, seperti beras, lada, emas, dan kayu. Dalam catatannya, Tome Pires menyebutkan bahwa kapal-kapal Sunda mampu mengangkut hingga 150 ton barang, yang menunjukkan kemampuan maritim yang tinggi.
Selain itu, masyarakat Sunda secara rutin berdagang ke Malaka, menjadikan Kerajaan Sunda sebagai pemain utama dalam jaringan perdagangan Asia Tenggara (Pires, 1512-1515).
Pusat administrasi dan ekonomi Sunda berada di Kota Dayo, yang juga merupakan kediaman raja. Kota ini dikelilingi sungai-sungai yang berfungsi sebagai jalur transportasi, menghubungkan pedalaman dengan pelabuhan-pelabuhan utama.
Sungai-sungai ini memperkuat infrastruktur perdagangan Sunda, memungkinkan distribusi hasil bumi dari pedalaman ke pesisir.
Struktur Pemerintahan dan Kehidupan Sosial
Kerajaan Sunda memiliki struktur pemerintahan yang terorganisir. Raja Sunda adalah penguasa tertinggi yang mengatur wilayah kerajaan, termasuk pelabuhan dan daerah pedalaman.
Di bawahnya, terdapat pejabat lokal yang dikenal sebagai patte, yang bertugas mengelola perdagangan dan administrasi di wilayah masing-masing.
Istilah seperti tandhoa dan ocanaen menunjukkan adanya pembagian kerja yang jelas dalam hierarki pemerintahan (Pires, 1512-1515).
Masyarakat Sunda juga dikenal dengan tradisi dan budaya yang kuat. Mereka hidup dari hasil bumi yang melimpah, seperti beras dan lada. Dalam catatannya, Pires menyebut masyarakat Sunda sebagai pedagang ulung yang sudah terbiasa dengan perdagangan internasional.
Hubungan mereka dengan Malaka mencerminkan peran penting Sunda dalam ekonomi regional. Selain itu, komoditas seperti kain-kain berharga (synhaws, pachuletes, balachos, dan acobalachos) menjadi barang dagangan utama yang diminati di pasar internasional.
Komoditas Utama Kerajaan Sunda
Ekonomi Kerajaan Sunda didukung oleh hasil bumi yang melimpah. Lada, yang dikenal sebagai Piper nigrum, menjadi komoditas unggulan yang diekspor ke berbagai wilayah, termasuk Malaka dan India. Selain itu, emas dan perak dari pedalaman Sunda menambah kekayaan kerajaan.
Produksi beras yang melimpah tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga menjadi salah satu barang dagangan utama. Kayu dan rempah-rempah lainnya, termasuk jenis kayu besar untuk konstruksi kapal, turut memperkuat posisi Sunda dalam perdagangan internasional (Pires, 1512-1515).
***
Catatan Tome Pires dalam Suma Oriental menunjukkan bahwa Kerajaan Sunda bukan hanya pusat kekuatan politik, tetapi juga salah satu pilar perdagangan internasional di Asia Tenggara pada abad ke-16. Dengan pelabuhan-pelabuhan strategis, sistem pemerintahan yang terorganisir, dan komoditas dagangan yang berlimpah, Sunda memainkan peran besar dalam membangun jaringan ekonomi regional.
Meskipun catatan ini mungkin memiliki bias kolonial, Suma Oriental tetap menjadi salah satu sumber penting dalam memahami dinamika Kerajaan Sunda dan peranannya dalam sejarah Asia Tenggara.
Sumber informasi: Tome Pires. (1512-1515). Suma Oriental. Diterjemahkan oleh Armando Cortesao (1944). London: Hakluyt Society.
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini