Warung Insomnia (Episode 1)

Damar memutuskan untuk ke Blitar dan merawat rumah almarhumah neneknya di Bendogerit.

Rumah bergaya lama itu punya pekarangan yang cukup luas. Di bagian depan, samping gerbang, ada toko kecil yang ia desain menjadi angkringan.

Angkringan itu mengusung konsep semi-industrial, dengan kombinasi meja kayu panjang, kursi lipat sederhana, dan lampu gantung kuning temaram. 

Rak dindingnya dihiasi dengan berbagai stoples berisi camilan tradisional seperti kacang bawang dan kerupuk, sementara dindingnya dihiasi lukisan sederhana bergaya vintage. 

Di sudut ruangan, ada radio tua yang sering memutar lagu-lagu keroncong atau jazz klasik, menciptakan suasana hangat dan nyaman.

Tempat itu dia namai "Warung Insomnia," yang hanya buka dari jam 21.00 hingga 00.00. Damar sendiri lah yang akan berjualan di warung itu, di sela waktu luangnya sebagai desain grafis yang bekerja remote working dari jam 09.00 hingga 17.30. 

Remote working adalah sistem kerja fleksibel yang memungkinkan seseorang untuk bekerja dari lokasi mana saja, seperti rumah, kafe, atau tempat lainnya, selama memiliki akses internet yang memadai. 

Ini memberikan kebebasan untuk mengatur waktu dan tempat kerja sesuai kebutuhan, tanpa harus datang ke kantor setiap hari.

Menu utama warung itu adalah Mie Rebus Komplit dengan sayur dan telur, minumnya adalah Kopi Hitam khas Gandusari, Teh Hitam Sirah Kincong, Jahe Hangat, dan Susu Kental.

Warung itu dibuka sekadar media bagi Damar untuk berinteraksi dengan warga sekitar atau pengunjung. Karena itulah dia mematok harga yang sangat murah.

Mie Rebus Komplit, racikan Mie Instan dengan sayur sawi, wortel, dan telur ceplok hanya dia banderol Rp6.000,-

Sementara minuman all item hanya dihargai Rp3.000,- per gelas. Sangat murah.

Di freezer, dia juga menyimpan makanan frozen seperti Sosis, Tahu Tuna, dan Mini Pao, yang juga bisa dipesan.

Setidaknya, kehidupan baru ini akan ia lakoni setahun ke depan, karena istrinya sedang ada tugas kerja di Jepang, sementara anak sulungnya melanjutkan SMA di Bogor, di rumah pamannya yang seorang musisi sekaligus berlatih musik secara informal.

Di Blitar, Damar menjadi sosok baru, tak banyak orang dia kenal di kota ini. Membuka warung adalah upaya untuk menjalin interaksi. Dia tak mematok keuntungan.

Ini adalah eksperimen hidup yang sangat ia nikmati.

***

Bu Narti menjadi pelanggan pertama, dia adalah tetangga samping rumah yang lebih sering kesepian sejak anak-anaknya pergi merantau.

"Bonus kerupuk rambak untuk pelanggan pertama," ucap Damar saat menyajikan mie rebus komplit pesanan Bu Narti.

"Sampean putune mbah Darmo?"

Damar hanya mengangguk, dia tak terlalu bisa bahasa Jawa, namun mencoba memahami.

"Dulu ini toko jamu, sangat ramai mas, mbah e sampean pinter bikin jamu," lanjut Bu Narti.

Perbincangan mereka seru dan mengalir, jelang jam 22.00 Bu Narti pamit karena sudah mengantuk.

Namun tak lama kemudian ada sebuah truk besar berhenti di pinggir jalan, dua orang turun dan menghampiri warung itu.


"Ono kopi mas?"

"Ada," jawab Damar.

Lalu dia menyiapkan dua cangkir kopi hitam dan menyajikannya di meja.


Dua orang itu adalah sopir truk yang sedang mengirimkan barang menuju Ponorogo dari Malang. Mereka butuh kopi agar terjaga.


"Uwenak kopine, kopi murni iki," ucap salah seorang dari mereka.

Damar tersenyum, dia sempat belajar meracik kopi, meski teori itu tak dia terapkan di warung sederhana miliknya.

Dia hanya menakar jumlah bubuk kopi dan gula biar pas.

Merek berbincang sederhana sambil menceritakan beratnya pekerjaan sebagai sopir antar barang.

Kedua orang itu bernama Nriman dan Joko, pengunjung kedua dan ketiga yang ia catat di buku kecilnya.


B E R S A M B U N G

0 Comments

Tinggalkan jejak komentar di sini