Hari kedua, Bu Narti kembali berkunjung dan memesan Mie Rebus.
"Kenapa bukanya malam sekali?" tanyanya.
"Pagi hingga sore saya masih kerja," jawab Damar sambil mempersiapkan pesanan.
Bu Narti menghela nafas, ia mengeluh sering tidur larut malam, terutama sejak anak bungsunya diterima kerja di luar kota.
"Sebaiknya Anda jangan sering begadang," tutur Damar sambil menyajikan semangkok mie rebus dengan porsi sayur lebih banyak sesuai permintaan.
"Ya piye neh, timbang nang omah ketap ketip gak iso turu. Untung sekarang kamu buka warung, jadi ada temannya."
Damar tersenyum, ia duduk dan mendengarkan cerita Bu Narti. Mereka sudah cukup akrab sejak pertama kali bertemu di warung.
Cerita Bu Narti selalu menarik, mulai dari masa kecilnya hingga kehidupannya saat ini, yang lebih banyak dihabiskan sendiri.
Tak lama kemudian, seorang pria muda datang dan memesan jahe hangat.
"Baru pulang kerja, Mas?" tanya Damar sambil menyeduh jahe dengan aroma wangi yang khas.
"Iya, baru tutup toko," balasnya.
Sebagai pramuniaga di toko ritel berjejaring, Rio memiliki jadwal kerja yang cukup padat. Dia harus memastikan barang di rak tertata dengan baik, melayani pembeli, dan memproses transaksi di kasir.
Toko biasanya buka dari pagi hingga malam, sehingga jadwal kerja sering kali bergilir. Kadang-kadang, dia harus lembur untuk menghitung stok barang di akhir hari atau mengisi laporan harian.
Bu Narti yang mendengar obrolan itu bertanya, "Kerja di toko ritel capek ya, Mas?"
Rio mengangguk pelan.
"Iya, apalagi kalau ada masalah seperti barang hilang atau selisih pendapatan di kasir. Kalau itu terjadi, biasanya pramuniaga seperti saya yang harus tanggung jawab. Kadang harus ganti rugi kalau nilai barang yang hilang cukup besar."
Risiko seperti ini memang menjadi beban pramuniaga di toko ritel. Selain harus menjaga kepercayaan pelanggan, mereka juga bertanggung jawab atas keutuhan barang di toko.
Jika terjadi kehilangan, misalnya karena pelanggan yang mencuri atau kelalaian internal, pramuniaga biasanya yang diminta menanggung kerugian, terutama jika sistem pengawasan di toko tidak optimal.
"Ya ampun, itu pasti berat banget, Mas," Bu Narti menimpali, tampak prihatin.
Rio tersenyum lelah.
"Iya, tapi namanya juga kerja. Kalau nggak gitu, nggak ada pemasukan."
Damar menyimak pembicaraan mereka dengan saksama. Ia merasa terhubung dengan cerita-cerita yang dibawa pengunjung warungnya.
Warung Insomnia benar-benar menjadi tempat untuk berbagi cerita, bukan hanya sekadar makan atau minum.
Malam itu, mereka bertiga terlibat obrolan panjang tentang pekerjaan, keluarga, dan kehidupan. Perlahan, pengunjung Warung Insomnia mulai semakin beragam.
Setiap cerita yang datang membuat Damar merasa warung kecilnya menjadi lebih hidup.
Suasana hangat yang ia ciptakan seakan menarik siapa saja untuk singgah dan berbagi secuil kehidupan.
Warung Insomnia benar-benar menjadi ruang kecil yang menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang.
B E R S A M B U N G
0 Comments
Tinggalkan jejak komentar di sini